Rabu, 21 Maret 2012

Hai, Adikku...

Hanya agar bisa mengingat nya selalu...

Tidak akan pernah terlupa satu kali pun, ketika bunyi takbir bergema bagi sebagian umat muslim pertanda mereka merayakan 1 Syawal nya. Namun karena ada perbedaan kami sekeluarga masih berpuasa untuk menggenapkan puasa ramadhan yang ke 30. 

Hari masih sangat pagi. Entah kenapa pada hari itu setelah melaksanakan sahur dan sholat subuh, aku sangat ingin tidur di kamar mama dan abah. Begitu pula Abah. Tidak biasanya beliau terlelap setelah sholat subuh dan menyelesaikan tadarus nya. Abah yang selalu mematikan handphone nya ketika akan tidur dan menyalakan nya lagi ketika telah siap beraktivitas pagi. Tapi tidak dengan ku. Non stop selalu aktif. 

Sekitar pukul 7 mungkin, waktu itu sayup-sayup sangat ingin bangun dari tidur dan mendengar dering handphone berbunyi. Di layar tertulis "Amat Tirawan". Segera lah ku angkat dan seketika aku mendengar kata "Kaka Ema, ini Liah,", aku sedikit bingung kenapa Liah yang bicara di handphone nya Amat (kakaknya). aku pun menjawab "Iya ding, kenapa?", Liah menyahut "Kaka, kaka Amat meninggal!!", aku sontak terkesiap "Hah, apa?? maksudnya??". Liah menyahut lagi "Inggih ka, padahakan lawan mama lawan abah pian". Telepon langsung terputus. 

Aku hanya mampu berucap "Innalillahi wa innaillaihi ro' jiun". Otak ku menjadi seolah-olah beku dan tidak stabil. Berharap ada yang salah dengan telinga ku. Aku langsung berlari ke dapur untuk mencari mama kemudian mama yang membangun kan Abah. Abah masih tidak percaya kemudian mengaktifkan handphone beliau untuk menelpon orang tua Amat dan segeralah kami sadar semua itu nyata.

"Ahmad Djailani", adalah anak angkat abah yang sedari kecil sudah memanggil Abah dengan sebutan abah dan mama dengan sebutan mama. tak ada satu cela pun tentang diri nya. tidak sekali waktu pun tidak memberi salam, tidak ada suatu masa di mana dia tidak tersenyum dan menyapa ku saudara angkat nya. Amat yang usia nya hanya satu tahun di bawah ku harus pergi dengan izin Nya. Amat seorang tulang punggung keluarganya. Amat si tinggi besar, putih tampan, ramah dan baik hati. 

Sedikit demi sedikit rasa sakit itu muncul. Segeralah aku sekeluarga pergi melayat ke rumah almarhum. Semakin dekat semakin ada rasa sakit luar biasa yang kurasakan. rasa sesak di dada membuat ku hampir tidak bisa bernafas. Untung mama mengingatkan kalau ini adalah puasa terakhir kami di bulan ramadhan ini dan tetap harus menjaga emosi. 

Tiba di rumah almarhum, seketika ayah dan ibu kandung Amat melihat kami, Ibu nya langsung seketika tumbang dipelukan mama dan menangis pilu. Mama pun tidak kuasa menahan air matanya yang sedari tadi ditahannya. Masih kuingat jelas kata-kata ibu Amat "Ulun kada rela anak ulun kaya ini, dunia akhirat kada rela". Mama pun bingung, jelas mama pun sangat tidak rela ketika anak angkat nya pergi begitu saja, namun ketika kulihat dan menganggukkan kepala mama berkata "Ikhlaskan, sama ja, inya anakku jua, hati ku gin sakit jua, ikhlas, insya Allah inya layak di sisi Nya". Kemudian sayup-sayup hanya isak tangis yang ku dengar. Aku, adikku, dan Abah langsung ke depan ,, tepat duduk di ujung kaki almarhum adik angkat ku, adikku duduk di samping kanannya, dan Abah duduk tepet menghadap wajah almarhum. 

Ketika abah membuka penutup wajah adik angkat ku, seketika runtuh lah pertahanan beliau. Tembok yang di bangunnya hancur berkeping-keping. Aku bisa melihat betapa rapuh nya abah saat itu dan sangat jelas kulihat tetesan air mata beliau.Seketika hatiku semakin sakit dan menjadi-jadi. Sangat jelas terlihat betapa hancur hati abah ketika salah satu anaknya pergi menghadap Nya. rasa sakit yang wajar namun tetap sangat pilu. Hati ku sangat sakit ketika melihat abah menyentuh wajah Almarhum kemudian menciumnya.

Tidak ada rasa iri malah aku sangat kehilangan. Rasa sakit bertubu-tubi, melihat mama dan abah menangis menahan sakit di hatinya, sangat sakit hatiku melihat adik angkatku yang sudah terbujur kaku. Sangat ingin berharap semua itu hanya mimpi.

Yang membuat kami merasa sangat sakit hati adalah meninggalnya adik angkat ku itu dengat segala ketidakwajarannya. Malamnya ketika setelah selesai sahur, dia nonton televisi dan kemudian tiba-tiba saja berteriak kesakitan sambil memegang leher nya sambil memanggil ibu nya. Ibunya hanya bisa terisak ketika menceritakan. Almarhum begitu sehat dan tidak punya riwayat penyakit apa pun. Bukan tidak bisa menerima kuasa Allah. Kami menerima, Ikhlas, karena semua milik Nya akan kembali pada Nya. 

Ketidakwajaran tetap saja akan terlihat. Singkat kata penyebabnya adalah "Death Curse",. Pagi itu ketika mendengar kabar meninggalnya Adik angkat ku, kebetulan ada kakak sepupu yang menginap dirumah karena kami akan melaksanakan Lebaran sama-sama. Seketika dia bisa melihat rentetan kejadian. Abah membuktikan nya dengan benar-benar melihat tanda-tanda yang ada di tubuh almarhum dan jelas lah semua itu nyata.

Pantas Ibu nya sangat tidak rela anak kesayangannya pergi dengan cara seperti itu. Namun yang kupahami adalah, bahwasanya semua hal telah tertulis rapi di arsy Nya, ketika daun nya jatuh maka jatuh lah kita, yang membedakan hanyalah alasan dan jalan jatuhnya daun itu. Tidak habis pikir akan ada yang tega melakukan hal seperti itu kepada almarhum. 

Teriring tangis serta doa berharap agar kami diberi keihklasan dan kesabaran dalam ujian puasa terakhir kami. Aku sangat berharap agar adik angkat ku telah berada ditempat paling nyaman di sisi Nya karena daun arsy nya dijatuhkan secara sengaja. Amiin ya Rabb. 

Sangat banyak kata yang tak terucap untukmu adikku. Periang, selalu mengucap salam dan sapa, rendah hati. 21 tahun kita kenal tidak ada satu cela pun tentang mu. Karena mu aku bisa meneteskan air mata ketika kau pergi ke tempat peristirahatan mu. Aku yang selalu pelit air mata malah menjadi yang terdepan saat melihat kau pergi. rasa sesak di dada ku masih bisa ku ingat. Namun, aku ikhlas, sangat ikhlas engkau pergi. Aku tidak pernah merasa kehilangan mu, karena Kamu tidak pernah pergi dari hati kami. Adik angkat hanya sebuah predikat namun tetap saja kau sama seperti Birin, adikku, ya.. adikku. Apapun dan bagaimanapun dan dengancara apapun kau pergi, tetap saja kami ikhlas. 

Tahuklah engkau bahwa abah sangat menyayangi mu. Sampai sekarang beliau  masih menyimpan foto mu erat di dompet nya. Beliau sangat sayang padamu adikku. Kakak dan birin tidak iri namun kami bahagia karena bisa mengenal dan memiliki saudara seperti mu.

Kakak hanya ingin menjaga nama mu di sini, di space ini. Hanya bisa mengungkap semua rasa di space ini. Terima Kasih adikku. We Love You.. Forever.